Makna/Hakikat Zakat Fitrah
Selain melaksanakan puasa satu bulan penuh, seorang muslim mempunyai kewajiban lainnya dalam bulan ramadhan, yaitu zakat fitrah. Setiap orang yang hidup -walau sesaat- di bulan ramadhon, sekaligus mencapai -walau sesaat- bulan syawal, maka wajib baginya untuk mengeluarkan zakat fitrah. Katakanlah seorang bayi yang lahir sebelum maghrib dan meninggal setelah maghrib, maka wali (orang tua) dari bayi tersebut wajib mengelurakan zakat fitrah untuk bayinya tersebut.
Zakat fitrah jangan dilihat dari nilainya yang hanya sekitar 2,5 kg bahan makanan pokok. Kita tidak boleh mengatakan itu terlalu sedikit, khususnya bagi kita yang memiliki kelebihan harta. Karena zakat fitrah pada hakikatnya adalah lambang untuk menggambarkan bahwa setiap yang hidup harus bersedia dan bahkan berkewajiban untuk memberi hidup bagi orang lain.
Pada prinsipnya, zakat fitrah adalah berupa bahan makanan pokok kita masing-masing. Sebagai contoh, kebanyakan orang Indonesia makan nasi, maka zakat fitrahnya berupa beras. Hal ini menjadi perlambang bahwa semua orang harus bisa memperoleh pokok kehidupannya, baik melalui usahanya sendiri atau berkat bantuan sesama saudaranya, demi kelangsungan hidupnya.
Sungguh sangat tidak bijaksana -bahkan sangat tercela- jika seorang manusia tidak mau memperhatikan saudaranya sendiri sesama manusia. Karena seharusnya rasa kemanusiaan kita menjadikan kita merasa bahwa semua manusia adalah bersaudara. Seorang yang bersaudara akan membantu saudaranya walau tanpa diminta atau bahkan sebelum diminta. Itulah salah satu bukti persaudaraan yang diajarkan oleh Islam melalui zakat fitrah.
Dengan mengeluarkan zakat fitrah sebelum pergi berlebaran (sholat ‘Ied), sebelum khatib naik ke mimbar menyampaikan khutbah, diharapkan bahwa ibadah puasa kita akan diterima oleh Allah SWT. Rasullah SAW pernah bersabda bahwa ibadah puasa seseorang masih akan tergantung di awang-awang sampai seseorang membayar zakat fitrahnya. Oleh karena itu, marilah kita bergegas untuk memberikan zakat fitrah kita begitu menjelang lebaran. Dan tentunya pemberian kita tersebut juga harus tepat sasaran. Lebih tepat lebih baik.
Perlu kita ketahui bahwa perintah Allah SWT untuk mengeluarkan zakat, baik zakat harta (mal) maupun zakat fitrah, adalah dengan kalimat “wa atuu az-zakat”. Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A. menjelaskan bahwa kata “atuu” mempunyai paling tidak 4 makna. Yaitu cepat, sempurna, konsisten dan agung.
Makna yang pertama adalah “cepat”. Itu berarti bahwa kita diminta untuk bergegas mengeluarkan zakat sehingga tidak terlambat dari waktu yang telah ditentukan. Dalam konteks zakat fitrah, jangan sampai kita belum mengeluarkan zakat fitrah saat imam/khotib telah berkhutbah dalam Sholat ‘Ied.
Makna yang kedua berarti “sempurna”. Ini mengisaratkan bahwa jangan sekali-kali kita mengurangi kadar dari kewajiban zakat kita. Jangan kita kurangi apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya menyangkut zakat. Misalnya, zakat fitrah yang awalnya sekitar 2,5 kg kemudian kita kurangi menjadi 2 kg.
Makna yang ketiga adalah “konsisten”. Yang diharapkan dari seseorang yang mengeluarkan zakat adalah agar dia konsisten dalam nilai-nilai yang diajarkan oleh zakat itu, antara lain nilai persaudaraan sesama muslim, nilai kemanusiaan, dst.
Makna yang keempat adalah “agung”. Ini mengisaratkan bahwa siapa yang memberi hidup kepada orang lain, siapa yang mengeluarkan zakat fitrahnya dan memahami nilai-nilainya, maka itulah manusia yang agung. Semoga kita termasuk di antara mereka, Amin!!!
***
Mohon maaf jika ada salah kata, salah kalimat, salah ucap, salah tingkah, salah hati, salah pikiran, dst. Pokoknya, kalau saya ada salah sama teman-teman (baik itu secara sadar atau nggak, sengaja atau tidak, kesalahan fatal sampai yang krusial), mohon keikhlasan hati temen-temen untuk mau memaafkan saya!!!
sebuah renungan
BalasHapus