Kisah Bunda menyelamatkan SLANK

KISAH BUNDA IFFET MENYELAMATKAN
SLANK.
Melihat putranya
sakauw, seorang ibu harus
membiarkan bandar didatangkan
dari Jakarta, mendarat di Bandara
Juanda, Surabaya, untuk menukar
serbuk setan dan uang. Ini supaya
Slank bisa tetap manggung di
Bojonegoro bersama Bimbim.
Orangtua terpaksa berkompromi, ini
seperti kisah Ronny Pattinasarany
menangani kedua putranya.
Sebelumnya sempat terjadi dialog
Bunda Iffet dengan Bimbim,
putranya yang drummer Slank itu,
dalam sebuah hotel di Bojonegoro,
113 km dari Surabaya, “Kalau
nggak tampil, kita mesti ngebalikin
uangnya nanti. ”
“Aku nggak peduli, masa bodo!
Balikin aja!”
“Bim…”
“Udah deh Mama nggak usah
ngurusin aku, keluar sana!”
Bunda, yang punya buku harian,
mencatat, “Kasar sekali
dia.” (Terpaksa Menjemput Maksiat,
halaman 117).
Buku ini menyentuh, karena menguji
ketegaran seorang ibu, yaitu Iffet
Veceha Siddharta ( @veceha), yang
kini hampir 74 tahun, dalam
mengatasi kecandan putra maupun
Kaka (keponakan yang dia asuh
sejak kecil sepeninggal ibunya), plus
seorang rekannya di Slank (Ivan)
dari ketergantungan narkotika.
Selama bertahun-tahun. Sungguh
tak mudah. Sangat mengasah
kesabaran.
Cerita tentang perjuangan Bunda
menyelamatkan anak-anaknya dan
Slank dari narkoba sudah banyak
tersebar. Dan buku ini adalah paket
kompletnya. Darmawan Sepriyossa
berhasil mengangkat penuangan
Bunda dengan pas, mengalir, dan
enak.
Menyelamatkan Slank? Ketika anak-
anak itu kian menjadi, order
manggung pun merosot — bahkan
gebukan drum Bimbim makin lemah.
Tak ada sponsor yang sudi. Bunda
harus turun tangan, membenahi
manajemen band, dengan mengajak
Slank ngamen di panggung kecil,
termasuk sekolah dan kampus.
Kesan saya sebelum bertemu Bunda
dia adalah perempuan perkasa.
Ternyata benar. Dalam Obrolan
Langsat (Obsat) tahun lalu dia
menunjukkan satu hal: kasih sayang
dan kesabaran seorang ibu dalam
menangani masalah anak-anak dan
keluarga.
Sebagai hasil tuturan seorang ibu
yang pernah menjadi guru TK, buku
ini mencatat hal-hal yang lucu dan
kadang menyentuh tentang sebuah
keluarga. Misalnya karena sering
menyelenggarakan kerja bakti,
Bunda memergoki grafiti “Kaka
Top” yang dibuat Kaka ABG ada di
tembok-tembok tetangga. Pada
bangku sebuah SMP, ketika Bunda
mengambil rapor Kaka, tulisan itu
juga ada.
Ketika dari perkawinan keduanya
Bimbim tak kunjung mendapatkan
anak, dia bilang ke ibunya pada
suatu sarapan, “Cariin dong Ma,
obatnya.” Bunda mencatat, “Dia
meminta, tetap dengan pandangan
seriusnya … (My Princess, My Life, hal.
181).
Selain tentang ketegaran seorang
ibu, buku ini mencatat kesabaran
dua anggota Slank yang tak menjadi
budak narkoba, yaitu Abdee dan
Ridho. Mereka itulah yang harus
menghadapi dua pendiri dan
seorang anggota Slank sekaligus
menabahkan Bunda.
Dengan mereka berdua pula Bunda
punya cara untuk menujukkan
enaknya jadi orang sehat: dalam
setiap tur selalu jalan-jalan mengenal
kota, bukan hanya di kamar hotel
sepert tiga Slank lainnya karena
badan lemah akibat obat setani.
Dalam acara Obsat 13 Desember 2010
itu, Bunda berkisah bahwa dalam tur
putranya sering tak ingat habis
mentas di mana.

0 Response to "Kisah Bunda menyelamatkan SLANK"

Posting Komentar