mari kita menebar kebaikan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sebagai makhluk tertinggi
ciptaan Allah, manusia harus menjalankan tugas dan
amanat kekhalifahannya di muka bumi dengan baik.
Hidup tak boleh dimaknai hanya sebagai anugerah (kenikmatan),
tetapi juga amanah yang menuntut tugas dan tanggung jawab.
Manusia harus bekerja keras agar mampu mewariskan kebaikan
yang besar (leaving a legacy) bagi umat manusia. Kalau bisa, itu
lebih besar ketimbang usia yang diberikan Tuhan kepadanya.
Dalam memaknai pekerjaan yang dilakukan, manusia memiliki
pemahaman yang beragam dan berbeda-beda. Sekurang-
kurangnya, ada empat tingkatan dalam soal ini.
Pertama, orang yang bekerja untuk hidup (to live), bukan hidup
untuk bekerja. Ia memaknai pekerjaannya sekadar mencari
sesuap nasi. Motif utama pekerjaannya adalah fisik-material. Ini
merupakan fenomena kebanyakan orang ('ammat al-nas).
Kedua, orang yang bekerja untuk memperkaya perkawanan (to
love). Ia memaknai pekerjaannya tak hanya mencari harta, tetapi
memperbanyak pergaulan dan pertemanan. Motif utama
pekerjaannya adalah relasi-sosial, silaturahim, atau komunikasi
antarsesama manusia (interhuman relations).
Ketiga, orang yang bekerja untuk belajar (to learn). Ia memaknai
pekerjaannya sebagai wahana mencari ilmu, menambah
pengalaman, dan menguji kemampuan. Jadi, berbeda dengan
kedua orang sebelumnya, motif utama kerja orang ketiga ini
adalah intelektual.
Lalu, keempat, orang yang bekerja untuk berbagi kenikmatan dan
mewariskan kebaikan sebesar-besarnya kepada orang lain (to
leave a legacy). Ia memaknai pekerjaannya sebagai ibadah
kepada Allah SWT. Motif utama pekerjaannya adalah rohani
(spiritual). Firman Allah, "Dan, aku tidak menciptakan jin dan
manusia, melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS
Al-Dzariyat [51]: 56).
Orang keempat inilah orang terbaik seperti ditunjuk oleh sabda
Nabi SAW, "Khair-u al-nas anfa'uhum li al-nas (sebaik-baik
manusia adalah orang yang paling besar mendatangkan manfaat
bagi orang lain)." (HR Thabrani dari Jabir).
Menurut pengarang kitab Faydh al-Qadir, al-Manawi, manfaat itu
bisa diberikan melalui ihsan, yakni kemampuan kita berbagi
kebaikan kepada orang lain, baik melalui harta (bi al-mal)
maupun kuasa (bi al-jah) yang kita miliki. Warisan kebaikan itu,
menurut al-Manawi, bisa berupa sesuatu yang manfaatnya
duniawi, seperti donasi dan bantuan material, atau bisa juga
berupa sesuatu yang bernilai agama (ukhrawi), seperti ilmu,
pemikiran, dan ajaran yang mencerahkan dan membawa manusia
kepada kebaikan.
Malahan, menurut al-Manawi, warisan dalam wujud yang kedua
ini dianggap lebih mulia dibanding yang pertama. Mengapa?
Sebab, yang kedua ini mendatangkan manfaat lebih besar bagi
manusia, tak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat kelak. Wallahu
a'lam.r

0 Response to "mari kita menebar kebaikan"

Posting Komentar