Gunung Salak
Malam itu sejumlah warga sedang melakukan pengajian tepat di atas lapangan bola yang saat ini dijadikan posko SAR di Desa Pasir Pongkor, Cipelang, Cijeruk, Bogor. Namun tiba-tiba sebuah angin besar dan hujan mengguyur kerumunan warga.
Hujan juga mengguyur tepat di perkampungan mereka. Sontak warga pun berhamburan menyelamatkan diri. Bahkan beberapa warga memegang tiang tenda yang hampir porak-poranda akibat angin kencang dan hujan.
Menurut salah seorang warga kampung di lereng gunung tersebut, mitosnya penunggu Gunung Salak tidak menyukai keramaian. Sehingga alam yang mengamuk malam itu dianggap semacam teguran.
"Tiba-tiba angin besar dan warga berlari bahkan ada yang memegang tiang tenda," ujar Asep menceritakan kepada merdeka.com.
Dia melanjutkan, tepat di atas lapangan yang sekarang dijadikan sebagai posko SAR dan helipad itu terdapat sebuah makam keramat yang diketahui sebagai sesepuh desa. Namun dirinya enggan menyebut makam tersebut atas nama siapa.
"Di atas lapangan, tepatnya dekat rumah warga," terangnya.
Selain itu, semenjak kejadian angin besar tersebut warga tidak pernah lagi mengadakan sebuah acara yang menimbulkan sebuah kebisingan. Bahkan acara musik seperti dangdutan pun tak pernah terdengar di perkampungan Cipongkor.
"Hingga saat ini, tidak pernah ada dangdutan atau acara ramai di sini," katanya.
Tidak hanya itu, kata dia, ada satu hal juga yang tidak boleh dilakukan oleh para pendaki Gunung Salak, yakni berteriak-teriak saat pendakian. Menurut dia, jika hal tersebut tidak dipenuhi, bisa jadi pendaki tersebut tersesat atau bahkan hilang.
Masyarakat yang sudah mengetahui seluk-beluk Gunung Salak pun selalu memberikan informasi terhadap para penjelajah gunung untuk tidak melanggar pantangan tersebut.
sumber
Hujan juga mengguyur tepat di perkampungan mereka. Sontak warga pun berhamburan menyelamatkan diri. Bahkan beberapa warga memegang tiang tenda yang hampir porak-poranda akibat angin kencang dan hujan.
Menurut salah seorang warga kampung di lereng gunung tersebut, mitosnya penunggu Gunung Salak tidak menyukai keramaian. Sehingga alam yang mengamuk malam itu dianggap semacam teguran.
"Tiba-tiba angin besar dan warga berlari bahkan ada yang memegang tiang tenda," ujar Asep menceritakan kepada merdeka.com.
Dia melanjutkan, tepat di atas lapangan yang sekarang dijadikan sebagai posko SAR dan helipad itu terdapat sebuah makam keramat yang diketahui sebagai sesepuh desa. Namun dirinya enggan menyebut makam tersebut atas nama siapa.
"Di atas lapangan, tepatnya dekat rumah warga," terangnya.
Selain itu, semenjak kejadian angin besar tersebut warga tidak pernah lagi mengadakan sebuah acara yang menimbulkan sebuah kebisingan. Bahkan acara musik seperti dangdutan pun tak pernah terdengar di perkampungan Cipongkor.
"Hingga saat ini, tidak pernah ada dangdutan atau acara ramai di sini," katanya.
Tidak hanya itu, kata dia, ada satu hal juga yang tidak boleh dilakukan oleh para pendaki Gunung Salak, yakni berteriak-teriak saat pendakian. Menurut dia, jika hal tersebut tidak dipenuhi, bisa jadi pendaki tersebut tersesat atau bahkan hilang.
Masyarakat yang sudah mengetahui seluk-beluk Gunung Salak pun selalu memberikan informasi terhadap para penjelajah gunung untuk tidak melanggar pantangan tersebut.
sumber
0 Response to "Gunung Salak dan mitos keheningan"
Posting Komentar